[About Reading] Ajakan Sesat Dari Lubuk Hati Terdalam

Malam ini kesekian kalinya saya benar-benar niat menulis. Kali ini saya berencana dengan amat sangat untuk menyenangkan hati saya sendiri dengan cara mengirim resensi ke media, sekaligus rajin-rajin membuat review demi menusnahkan pasukan laba-laba di blog ini. Namun, lubuk hati saya yang terdalam tahu bagaimana cara cerdas untuk memusnahkan kesenangan saya. Yang mana saking cerdasnya saya jadinya hanya ingin meratapi keberadaan semut-semut di dinding yang entah kenapa malah membuat saya ingin menyemprot baygon. Sungguh menyedihkan.

Jadi, dari sahur tadi saya sudah dengan semangatnya membaca novel via online--ampun deh mata--dan tengah hari kesibukan saya membaca itu selesai. Saya senang banget, setelah berbulan-bulan lamanya mood membaca saya porak poranda bagai negeri kehilangan pemimpinnya. Kini akhirnya saya bisa membaca lagi dengan ikhlas dan aman sentosa.

Semangat saya ini sendiri berasal dari cita-cita aneh saya ingin baca novel baru yang sangat-sangat baru dengan harga miring yang akhirnya terkabul. Tentunya saya tidak melakukan kejahatan dengan berharap angka miring ini, toh krisis semakin meningkat tajam dan saya jadi galau saking tajamnya perputaran dunia belakangan ini. Tapi begitulah, intinya saya melihat ajakan dari Pramestya Ambangsari si pemilik blog Red Blue Story yang mencari teman baca bareng scoop--aplikasi berbayar untuk membaca buku. Satu aplikasi lima orang, begitu katanya. Di scoop itu sendiri ada scoop premium yang hanya dengan Rp 89000 bisa membaca sepuas hati segenap jiwa seluruh buku yang ada di aplikasi tersebut. Saya agak ragu juga mau ikutan, tapi kemudian menghitung kuota yang terbuang sia-sia demi melihat yang tidak jelas, jadi saya pindahkan ketidakjelasan itu untuk membaca dan merencanakan sesuatu seperti di paragraf pertama. Yang inti dari semua kalimat panjang ini adalah saya senang banget bisa baca yang baru terbit bulan ini juga.

Lalu beberapa menit setelah membaca kesenangan saya hilang. Saya demam lagi, seperti biasa ketika kebiasaan aneh saya yang lain datang tanpa diundang. Lalu saya tidur dan abis tidur saya kedinginan. Ya abis kedinginan saya lanjut tidur, hingga satu setengah jam yang sibuk menjelang buka puasa saya akhirnya bangun--itu pun sebenarnya nggak niat bangun. Tapi saya bisa bangun juga akhirnya.

Kemudian setelah selesai berbuka, saya mulailah dengan ritual menyiapkan handphone, notebook dan teman-temannya demi untuk menjalankan misi saya (baca kembali paragraf pertama). Tapi itu tidak berjalan lancar, seperti biasa juga sih, saya guling-guling dulu lalu lanjut baca resensi di whatsapp sambil milih-milih media mana yang kayaknya cocok (saya punya whatsapp kayaknya cuma buat numpang update wkwkw). Sayangnya saya tetap bingung mau milih mana. Jadi nulis dulu saja, begitulah pikiran saya berkata. Mau 4000 cws, mau 3000cws, mau sekian cws, yang penting ngetik dulu. Akhirnya saya ngetik. Dan akhirnya saya selesai ngetik, dengan ketidakselesaian. Lalu akhirnya saya kesal, yang mana membuat saya curhat di artikel ini. (Baru-baru ini saya merapikan blog ini dan menemukan satu topik yang bagus, yaitu About Reading. Yang sudah bisa diperkirakan itu berisi curhat.)

Jadi terlepas dari panjangnya teks di atas, saya menyimpulkan kenapa saya malas banget menulis review, resensi atau teman-temannya setelah membaca novel. Berikut di bawah ini:

1. Saya tidak siap lahir dan batin.
2. Saya sebenarnya siap lahir batin, tapi saya kehilangan arah bagai butiran debu dan malah ingin membaca novel lainnya dengan cepat.
3. Saya siap lahir batin, sudah punya arah dan tidak tergoda untuk baca novel lainnya, tapi saya masih galau.
4. Saya siap lahir batin, punya arah, tidak tergoda novel lain, dan tidak galau. Namun ketikan saya tidak selesai karena saya emang belum selesai ngetik, yang sebabnya adalah saya tiba-tiba mendengar ajakan sesat untuk berhenti mengetik dan bermain download-download-an tidak jelas lagi.

(Postingan ini bertujuan untuk menghibur diri sendiri. Sekian dan mari lanjut membaca!)

Posting Komentar

0 Komentar