[Review] Absolute Justice

Judul: Absolute Justice
Penulis: Akiyoshi Rikako
Penerjemah: Nurul Maulidia
Pemeriksa bahasa: Andry Setiawan
Penyunting: Cerberus404
Penyelaras Aksara: Seplia
Desainer Sampul: Pola
Penata Sampul: @teguhra
Penerbit: Haru
Terbit: Cetakan kedua, Juli 2018
Tebal: 268 halaman
ISBN: 978-602-51860-1-1
Keterangan: Misteri, Kebenaran


B L U R B

Seharusnya monster itu sudah mati ….


R E V I E W

Amplop berwarna ungu muda dengan hiasan timbul berbentuk bunga gentian tiba di kotak posnya tadi pagi. Amplop yang diduga Kazuki berisi undangan pernikahan itu mengusiknya, terlebih karena Kazuki yang belum menikah hingga umur empat puluh tahun itu menganggap undangan pernikahan sendiri mengandung racun. Setelah cukup lama melihat-lihat amplop itu, Kazuki memberanikan diri membuka segel. Ternyata undangan itu berasal dari Takaki Noriko, seseorang yang telah Kazuki bunuh.

Sebagai orang yang selalu dijadikan pemimpin kelompok, Kazuki berinisiatif menelpon ketiga temannya yang telah lama tidak ia hubungi. Ketiga temannya yang lain, Yumiko, Riho, dan Reika ternyata sama-sama mendapatkan amplop itu.

*** 
Pahlawan hanya melihat kebenaran, dan bersungguh-sungguh melawan kejahatan. Namun dalam serangan pahlawan kebenaran, gedung dan alam sekitar rusak, mobil dan kereta terempas, dan orang-orang melarikan diri dengan bersimpah darah. Jika demikian, bukankah pada akhirnya yang dilakukan Noriko itu sama dengan yang dilakukan oleh monster jahat? Pahlawan kebenaran itu hanyalah monster yang mengatasnamakan kebenaran? (hlm 119)
Noriko terobsesi pada kebenaran. Gadis itu selalu membawa kamera dan selalu melaporkan hal-hal yang tidak benar di sekitarnya. Noriko selalu patuh pada peraturan dan hukum, bahkan orang-orang percaya kalau Noriko selalu bisa diandalkan. Namun, alih-alih bisa diandalkan, teman-teman dekat Noriko malah diam-diam merasa benci pada gadis itu.

Setelah sekian lama Noriko menghilang, undangan pernikahan yang khas Noriko sampai ke tangan keempat sahabat. Dan begitu saja, monster Noriko yang telah tewas kembali bernyawa dan mendatangi keempat orang itu.

Penulis menggunakan sudut pandang orang yang tengah mengenang Noriko sebagai plot utama. Buku ini dibagi dalam beberapa bagian, mengisahkan tentang betapa kebenaran yang dianut Noriko itu membantu Kazuki, Yumiko, Riho, dan Reika pada saat mereka masih sekolah. Noriko pun secara resmi menjadi bagian dari keempat orang itu. Namun perlahan, Kazuki mulai merasakan keanehan pada Noriko, yang tidak bisa ia ceritakan pada siapa pun mengingat orang-orang di sekolah, termasuk guru dan orangtua murid memuji Noriko sebagai panutan. Itu semua karena peran Noriko yang selalu membantu mereka dengan pengetahuan tentang hukum yang ia miliki.

Bertahun-tahun berlalu, setelah mereka berlima bertemu kembali dalam sebuah reuni, Noriko pun dibunuh.
Apakah kebenaran yang sempurna itu hal yang barbar, keras, dan jahat? Di sana tidak ada celah sedikit pun bagi kebaikan dan pengertian masuk. (hlm 226)
Dengan pola yang serupa dengan novel Girls in The Dark, novel ini membawa cerita kelam yang berakhiran kelam pula. Kalau kelam pada umumnya itu seperti sad ending, tapi novel ini lebih kepada disgusted. Ada orang-orang tertentu yang dengan ngototnya mempertahankan opini mereka ke orang lain, tanpa peduli perasaan dan pendapat yang lainnya. Novel ini pun seperti itu, bedanya penulis memakai hukum sebagai tumpuan cerita. Undang-undang dan berbagai pasal yang disebutkan oleh Noriko bisa meringankan sekaligus memberatkan seseorang. Hanya saja Noriko benar-benar mirip seperti monster yang menganggap hukum itu absolute.

Tambahan, pola pikir manusia awalnya terbentuk dari keluarga inti, lalu baru dari lingkungan sekitar. Penulis memainkan unsur pola pikir di setiap ceritanya, dan dari tiga novel penulis yang sudah saya baca, Absolute Justice ini yang paling mengerikan.
"Aku akan selalu memerhatikan, ya. Supaya tidak melakukan kesalahan untuk yang kedua kalinya. Supaya hidup hanya dengan kebenaran. Selalu. Selamanya."

Posting Komentar

2 Komentar