[Review] Insecure

Judul: Insecure
Penulis: Seplia
Editor: Midya N. Santi
Proofreader: Ayu Yudha
Desain sampul: Orkha Creative
Tebal: 240 halaman
Terbit: 23 Mei 2016
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-2766-2
Keterangan: Teenlit, KDRT, KPAI, Komnas Perempuan



BLURB

- Zee -
Jangan menatap luka dan memar di tubuhku.
Jangan berani bertanya apa yang terjadi.
Menjauh saja dariku.
Hanya dengan begitu, aku merasa aman.

- Sam -
Meski orang lain menganggap otak gue nggak guna, setidaknya tubuh gue selalu siap menjadi tameng untuk melindungi orang-orang yang gue sayang.
Buat gue, itu lebih dari sekadar berguna!

Zee Rasyid dan Sam Alqori satu bangku di tahun terakhir SMA mereka. Sikap Zee yang tertutup perlahan melunak dengan kehangatan yang ditawarkan Sam.

Apalagi ketika Zee melihat kondisi keluarga Sam yang sederhana, berbeda jauh dari kehidupannya dengan sang mama.

Pelan-pelan kedekatan Zee dan Sam membuat kepribadian masing-masing berubah. Hidup yang mereka jalani tak lagi terasa aman.

REVIEW
Mana ada orang mandi, kalaupun mandinya sambil kayang, bisa jatuh dan menimbulkan lebam di tempat-tempat yang tidak wajar. Hampir setiap minggu!
Insecure bercerita tentang dua remaja yang sifatnya berbeda, tetapi memiliki kisah hidup yang nyaris mirip. Zee Rasyid, siswi yang sengaja menghindari orang-orang karena takut lebam-lebam di tubuhnya terlihat oleh orang lain. Lebam-lebam itu berasal dari kekerasan yang dilakukan oleh mamanya—satu-satunya keluarga yang dimiliki Zee. Pernah suatu hari sang wali kelas meminta Zee untuk mempertemukan sang guru dengan mama Zee, namun Zee menolak. Hingga akhirnya, sang guru yang mengetahui lebam-lebam itu menyerah, tidak ingin berurusan sama sekali dengan Zee. Sementara Zee tetap bertahan dengan mamanya. Tanpa tahu ada risiko besar di depannya karena telah membiarkan wanita itu terus berbuat kekerasan.
Aku selalu memilih sendirian karena lingkar pertemanan hanya akan mengundang minat mata mereka mengamati lebam-lebam di tubuhku. – hlm 16
Sementara ada Sam Alqori. Siswa yang hobi terlambat ini dari luar terlihat usil dan kurang kerjaan. Satu sekolah bahkan mengenali Sam sebagai siswa yang mematahkan tangan Theo. Namun ternyata, kehidupan Sam selalu dihantui perasaan waswas ketika ayahnya yang pelaut pulang. Karena ayah Sam sering melakukan kekerasan pada ibu dan kakaknya. Bahkan, waktu kecil pun Sam juga pernah mendapat perlakuan tidak mengenakan itu. Dan Sam paling benci jika ayahnya atau siapapun juga menganggu orang yang disayanginya. 
Gue peduli, mau ikut campur, karena gue sayang. – 124
----- 

Pertama kalinya membaca tulisan Seplia dan saya dibuat terkejut dengan tema yang sangat jarang ini. Kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan pada anak. Penulis pun bisa membawanya dengan sangat baik. Meskipun begitu, saya harus protes di bagian kekerasannya. Menurut saya, bagian itu terlalu kasar dan saya rasa tidak ada remaja yang mau membaca ini, jika ceritanya tidak diperhalus lagi. Saya yakin sekali penulis sering menonton anime dan ada adegan di anime yang dimasukkan di sini, termasuk di pertengahan buku (sekitar halaman 182). Di bagian itu, kekerasan yang dilakukan oleh mama Zee harusnya bukan hanya menyebabkan luka di kepala, melainkan patah tulang dan bahkan kerusakan di bagian perut. Dan sangat disayangkan sekali, adegan kekerasan di anime jika dimasukkan ke dalam novel, tentu hasilnya akan aneh. 

Terlepas dari kekurangannya, saya suka sekali dengan Sam! Sam yang usil itu ternyata memiliki pesonanya tersendiri. Ia juga tidak segan menyapa atau berteman dengan siapa pun. Banyak perkataan Sam yang membuat saya terenyuh, sekaligus tertawa.
“Sam Alqori masih ingin tamat sekolah, makanya meski terlambat tetap harus masuk,” jawabnya enteng. – hlm 17
Buat apa lo hidup tapi nggak bisa mengikuti kemauan hati? Buat apa lo dikasih napas sama Tuhan kalau jalan hidup lo malah orang lain yang memilihkan. – hlm 58
Dan kalau gue sudah menyukai sesuatu, gue nggak akan melepas pandangan dari sana barang sedetik pun. Gue akan cari tahu. –  hlm 59  
“Lo juga berubah Zee kalau lagi sama gue. Lebih banyak bicara dan berani tertawa. Lo suka sama gue, ya?” – hlm 65 
Dan juga saya lucu melihat Sam yang hobi minta-minta makanan. Parahnya lagi, tidak ada yang tidak berani ngasih! Alhasil, makanan hasil buruan Sam malah lebih banyak dari makanan hasil beli sendiri. Adegan ini juga mengingatkan saya pada teman-teman di sekolah dulu, yang tangannya siap menampung makanan gratis dari segala penjuru negeri.
“Enak saja. gue miskin-miskin begini pantang mencuri. Kalau minta sih sering.” – hlm 99 
Kedekatan murid dan guru juga terlihat di novel ini.  
“Sebagai sesama lelaki bapak pasti tahu bahwa lelaki akan naik ketampanannya kalau membantu seorang wanita cantik. Biarkan Sam Alqori yang melaksanakan hukuman. Double. Zee cukup memandangi ketampanan saya dari bawah tiang basket. Biar saya nggak nemplok di sana lagi."
Pak Gio tertawa kecil. “Ya sudah. Kalau begitu segera ke lapangan.” Pak Gio memandangiku. “Kamu bertugas menghitung pada detik berapa jantung Sam melambat dan tambat cepat.”
“Ha?” Aku melongo.
Pak Gio tertawa. “Tidak. Tidak. Saya bercanda.” – hlm 47
Selain itu, hangatnya persahabatan Sam dan Vini juga bikin saya terharu. Mereka itu seperti saudara senasib, sepenanggungan. Saya malah iri banget sama interaksi mereka. Interaksi Sam-Vini juga mengingatkan saya dengan dua karakter anime favorit saya. Dan kerennya, karakter dalam novel ini hidup sekali!
Kalau ibu gue dan ibu Vini berkolaborasi, perut lo pasti kembung gara-gara ketawa, juga lemas karena takut. Jadi kalau gue jahat ke Vini, nasib gue nggak akan aman. Begitu juga sebaliknya. Ibu gue dan ibu Vini sudah bersepakat. Gue dan Vini akan sama-sama dimarahi, sama-sama dibela. Makanya gue dan Vini juga ikut-ikutan akrab. Kayak saudara sendiri.” – hlm 53-54
Vini mendadak kehilangan kata-kata. Dia hanya bisa menyeringai. Mukanya sekarang sudah berubah jadi tomat segar. Melihat itu aku menahan tawa. Sebaliknya Sam malah terbahak.
“Lihat! Lihat! Muka lo sekarang kayak pantat monyet, Vin.”
Sam sama sekali tidak bisa mencari perumpamaan yang pas. – hlm 64
Pesan moral yang diselipkan penulis di dalam ini juga mengingatkan saya pada keadaan yang terjadi di dunia nyata. Tentang hidup yang sebenarnya tak pernah lepas dari ujian dan pilihan.
“Di situlah kekurangannya, Sam. Mereka yang bisa di semua bidang akan ragu ketika diminta menekuni satu bidang saja. Gue jadi nggak yakin.” – hlm 57
“Itulah kesalahan saya ketika masih muda. Ketika masih jadi pelajar dan mahasiswa saya tahunya cuma sekolah dan kuliah. Nggak pernah menyelami diri sendiri. Apa yang dimau, apa yang disuka.” – hlm 73
“Harusnya kantor tempat kita bekerja itu seperti playground, jadi kita tak ada beban saat bekerja. Beda kalau kantor seperti penjara, kita bisa tersiksa, dan lelah sendiri.” – hlm 73
Kalau lo cinta sama seseorang sampai merasa sakit seperti ini, berarti lo beneran sayang sama orang itu. Lo nggak mau meninggalkan mama lo bukan karena utang budi telah membesarkan dan merawat lo, melainkan karena lo emang sayang. – 126 
“Jenis profesi cuma beda di titel doang kok, isi hati dan harga kepala belum tentu sama. Lo jangan rendah diri dulu dong.” – 133

Secara umum Insecure ini menjelaskan pada kita bahwa kadang-kadang seseorang memiliki misterinya tersendiri. Termasuk anak-anak korban kekerasan, biasanya mereka bersikap seperti tidak ada masalah apa pun yang menimpa. Namun, jika keadaan semakin parah tentunya harus ada orang yang menolong anak-anak itu. Karena sebenarnya daripada perhatian, yang mereka butuhkan adalah tindakan.
Dada gue sekarang sesak oleh kenyataan bahwa hidup bukan susunan kalimat teratur yang sesuai dengan kaidah. Akan ada hal-hal yang terjadi di luar prediksi. Tidak selalu terang dan tidak selalu kelam. Kadang rapi, kadang berantakan. 

Posting Komentar

0 Komentar